Penyebab Burung Bersuara pada Malam Hari
Dirujuk dari laman World Animal Foundation, kicauan atau suara burung pada malam hari disebut vokalisasi nokturnal. Terdapat beberapa alasan ilmiah mengapa burung bersuara pada malam hari. Berikut uraian ringkasnya:
Burung jantan akan berkicau atau bernyanyi di malam hari dalam rangka mencari pasangan. Nyanyian burung ini biasanya terdengar begitu keras pada puncak musim kawin yang bertepatan dengan musim semi. Proses ini biasa terjadi pada semua tipe burung nokturnal dan diurnal.
Alasan kedua burung bersuara pada malam hari adalah sinyal peringatan akan datangnya bahaya. Misalnya, seekor burung merasakan adanya predator yang mendekat, maka ia akan mengeluarkan suara bernada tinggi supaya predator waspada sekaligus meminta bantuan dari burung lain.
Burung yang biasa aktif pada waktu siang memiliki kemungkinan lebih besar untuk salah kira. Sebabnya, cahaya atau lampu perkotaan dianggapnya sebagai sinar matahari pertanda siang hari. Alhasil, burung-burung ini mulai berkicau dan bernyanyi keras.
Usai berhasil menemukan makanan, burung dapat berkicau dengan nada yang disukainya. Selain itu, suara yang dikeluarkan juga bisa menjadi petunjuk bagi kawanannya untuk datang menghampiri. Atau, dalam kasus lain, suara burung muncul akibat pertarungan memperebutkan makanan.
Meski terlahir dengan kemampuan kicauan alami, burung akan tetap melatih suaranya pada malam hari. Pasalnya, keterampilan ini berguna untuk berkomunikasi dengan sesama burung. Di samping itu, kicauan juga berguna untuk menarik pasangan.
Nah, itulah beberapa arti suara burung pada malam hari berikut penjelasannya. Semoga menambah wawasan detikers, ya!
Saat ini, masih ada masyarakat Indonesia yang percaya bahwasanya segala sesuatu memiliki makna, termasuk suara burung pada malam hari. Lalu, apa arti burung bersuara pada malam hari? Berikut ini penjelasan lengkapnya!
Dikutip dari skripsi berjudul Keanekaragaman Jenis Burung pada Beberapa Habitat di Balohan Kecamatan Sukajaya Kota Sabang Sebagai Referensi Matakuliah Ornitologi oleh Amul Huzni dari UIN Ar-Raniry, Indonesia adalah negara keempat terkaya dalam urusan jenis burung.
Pada 2010, diketahui bahwasanya terdapat 1.539 jenis burung di Indonesia dari total 9.040 jenis di seantero dunia. Dari jumlah tersebut, 371 burung adalah endemik. Banyaknya jenis burung di Indonesia disebabkan bentangan alamnya yang mendukung dan bervariasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, tidak heran bila dalam kehidupan sehari-hari, kita menyaksikan pelbagai jenisnya. Saat malam tiba, kadang-kadang, terdengar pula suara burung bersahut-sahutan. Apakah suara burung tersebut menandakan sesuatu?
Dirujuk buku Kitab Primbon Jawa Serbaguna oleh R Gunasasmita, gagak adalah salah satu burung yang sering dianggap menyeramkan. Tak dapat dipungkiri, suara khasnya yang serak-serak parau terdengar mencekam, apalagi saat malam hari.
Masih dalam buku yang sama, terdapat tiga pembagian makna suara burung gagak pada malam hari berdasar waktunya. Uraian ringkas ketiganya adalah:
Tidak hanya gagak, burung-burung lain juga dipercaya membawa pertanda tersendiri. Misalnya, suara burung dares oleh warga Desa Ngablak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah dianggap memiliki arti khusus.
Dirangkum dari Jurnal Pangadereng bertajuk "Burung-Burung Pembawa Tanda: Aneka Jenis dan Pemaknaan Mitos Burung pada Masyarakat Desa Ngablak, Kabupaten Pati, Jawa Tengah" oleh Rahman Latif Alfian dkk, burung dares atau burung hantu adalah makhluk nocturnal.
Ketika bersuara di malam hari, makna yang dipercaya adalah:
Lebih lanjut, di bawah ini beberapa makna lain yang dipercaya warga Desa Ngablak terkait suara burung pada malam hari:
Tidak hanya di wilayah Jawa saja, masyarakat Suku Dayak Mualang juga memiliki keyakinan serupa. Disadur dari buku Kearifan Lokal Pancasila oleh Armada Riyanto dkk, kepercayaan ini berkaitan erat dengan konsep ketuhanan orang Dayak Mualang.
Orang Dayak Mualang menyebut Penguasa Tertinggi Alam Semesta dengan istilah Petara. Kontak Petara dengan manusia dijembatani oleh dewa-dewi yang bertugas sebagai pembantu-pembantunya.
Dalam kepercayaan Dayak Mualang, dewa-dewi tersebut juga tidak secara langsung berkomunikasi dengan manusia, melainkan menggunakan perantara berupa 7 makhluk dewani. Makhluk-makhluk ini hadir dalam wujud burung.
Tujuh burung tersebut adalah Papau, Beragai, Bejampung, Pangkas, Gemuas, Ketupung, dan Gegurak. Masing-masing memiliki perannya tersendiri dalam dunia manusia.
Namun, ketika ketujuhnya berbunyi di malam hari, penduduk harus waspada. Sebab, suaranya menjadi isyarat akan datangnya ancaman bagi hidup manusia. Bahaya atau ancaman ini bisa berupa serangan mendadak dari pengayau, kehadiran binatang buas, dan lain sebagainya.
Burung manguni (sejenis burung hantu malam) memiliki tempat spesial dalam budaya Minahasa. Suaranya memiliki beragam makna. Adapun orang yang bisa memahami makna dari burung manguni disebut 'tumamalinga' atau akrab disebut pawang.
Disarikan dari Jurnal JINSA berjudul "Religiusitas dan Dimensi Ekologis di Balik Mitos Burung Manguni pada Masyarakat Minahasa" oleh Mayske Rinny Liando, istilah manguni berasal dari kata mawangunei yang berarti memberi tanda baik.
Untuk jenis burung, terdapat dua tipe, yakni burung siang, di antaranya adalah wara inendo yang biasa dikenal dengan sebutan menge 'ke' dan burung malam, yaitu wara wengi dan biasa dikenal dengan nama manguni.
Pesan dari burung manguni sendiri memiliki beragam makna. Burung manguni juga berperan dalam berbagai upacara adat, seperti ritual kumatau dan ba tumalinga. Bahkan, orang-orang yang melakukan perjalanan di malam hari membutuhkan petunjuk dari suara burung manguni ini.